Loading...
 
 
read-more

POLTEKPAR BALI DAN DESA WISATA TARO GELAR FGD PENYUSUNAN ROADMAP PENGEMBANGAN DESA WISATA TARO

Sinergi Akademisi dan Pemerintah dalam Merancang Masa Depan Desa Wisata yang Berkelanjutan

Taro, 27–28 Oktober 2025 | The Fireflies Garden, Desa Wisata Taro, Tegallalang, Gianyar. Dalam upaya mewujudkan tata kelola pariwisata berbasis ilmu pengetahuan dan kearifan lokal, Politeknik Pariwisata (Poltekpar) Bali di bawah naungan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, bersama Pemerintah Desa Taro, menyelenggarakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Pendampingan Penyusunan Peta Jalan (Roadmap) Pengembangan Desa Wisata Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar.”


Kegiatan yang berlangsung selama dua hari, Senin dan Selasa, 27–28 Oktober 2025, dipusatkan di Taman Konservasi Kunang-Kunang — The Fireflies Garden, yang dikenal sebagai ikon konservasi dan ekowisata Desa Taro.

Hadir dalam kegiatan ini jajaran dosen dan tenaga ahli dari Poltekpar Bali, yang dipimpin oleh Ibu Diah selaku perwakilan dari Direktur Poltekpar Bali, Dr. Drs. Ida Bagus Putu Puja, M.Kes.

Turut hadir pula Perbekel Taro I Wayan Warka, perangkat desa, Kelihan Banjar Dinas se-Desa Taro, Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), serta Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).

FGD ini diikuti oleh 30 peserta lintas unsur, yang mencerminkan prinsip kolaborasi Pentahelix — sinergi antara pemerintah, akademisi, pelaku usaha, komunitas, dan media, sebagaimana diarahkan dalam strategi nasional pengembangan pariwisata berkelanjutan Kemenparekraf RI.


ARAH DAN TUJUAN STRATEGIS

FGD ini bertujuan menyusun roadmap pengembangan Desa Wisata Taro sebagai pedoman jangka panjang dalam pembangunan pariwisata yang terukur dan berkelanjutan.

Rencana ini dibagi ke dalam tiga horizon waktu utama:

  1. Jangka Pendek (1–2 tahun): penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas SDM desa wisata, serta pembentukan sistem data dan profil digital destinasi.
  2. Jangka Menengah (3–5 tahun): pengembangan produk wisata tematik berbasis alam, budaya, dan spiritualitas, serta optimalisasi potensi ekonomi kreatif desa.
  3. Jangka Panjang (lebih dari 5 tahun): penetapan Desa Taro sebagai model Living Heritage Village dan destinasi unggulan Bali berbasis Sustainable Tourism.

Kerangka strategis ini sejalan dengan:

  • Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
  • Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 13 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa,
  • serta Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 9 Tahun 2021 tentang Desa Wisata.

Dengan dasar hukum tersebut, roadmap ini diarahkan untuk memastikan pembangunan Desa Wisata Taro berjalan sesuai prinsip kemandirian ekonomi, pelestarian budaya, dan keberlanjutan lingkungan.


INTELEKTUALISASI DAN TRANSFER PENGETAHUAN

Perwakilan Poltekpar Bali, Ibu Diah, dalam sambutannya menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan implementasi nyata dari Tridharma Perguruan Tinggi, khususnya dalam bidang pengabdian kepada masyarakat.

“Penyusunan roadmap ini adalah bentuk kolaborasi intelektual — bagaimana ilmu pariwisata modern dapat berpadu dengan nilai-nilai tradisi dan budaya lokal. Desa Taro memiliki karakter historis dan spiritual yang luar biasa; tugas kita adalah merancang arah pengembangannya agar tetap lestari namun adaptif terhadap perubahan zaman,” ujar Ibu Diah.

Sementara itu, Perbekel Taro I Wayan Warka dalam arahannya menyampaikan bahwa FGD ini bukan hanya kegiatan akademik, tetapi langkah strategis untuk memperkuat visi desa.

“Desa Taro tidak hanya ingin dikenal karena sejarahnya sebagai desa tertua di Bali, tetapi juga karena kemampuannya berinovasi tanpa kehilangan jati diri. Roadmap ini akan menjadi kompas bersama untuk menata masa depan Taro yang seimbang antara tradisi, teknologi, dan kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.


FILOSOFI PEMBANGUNAN DESA WISATA

Sebagai desa adat tertua di Bali, Taro menyimpan nilai-nilai luhur yang menjadi fondasi pembangunan berkarakter. FGD ini menegaskan kembali filosofi pembangunan Bali yang berlandaskan Tri Hita Karana — keseimbangan antara hubungan dengan Tuhan (parahyangan), sesama manusia (pawongan), dan alam (palemahan).

Dengan filosofi tersebut, pembangunan Desa Wisata Taro diarahkan tidak hanya pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada penjagaan harmoni, pelestarian lingkungan, dan revitalisasi kebudayaan.


HASIL DAN REKOMENDASI STRATEGIS

Selama dua hari kegiatan, para peserta dan narasumber berhasil merumuskan beberapa poin penting yang akan menjadi landasan dokumen Blueprint Pengembangan Desa Wisata Taro, di antaranya:

  1. Pemetaan potensi unggulan desa wisata berbasis klaster tematik (alam, budaya, spiritual, edukasi, dan konservasi).
  2. Rancangan tata kelola kolaboratif multi-stakeholder antara Pemerintah Desa, Bumdes, Pokdarwis, dan mitra strategis.
  3. Rencana penguatan branding dan promosi digital berbasis storytelling budaya dan sejarah Taro.
  4. Integrasi program pendampingan Poltekpar Bali secara berkelanjutan, melalui riset terapan dan pelatihan masyarakat desa.

FGD ini ditutup dengan penyerahan hasil diskusi kepada Pemerintah Desa Taro sebagai bahan penyusunan dokumen resmi Blueprint Roadmap Desa Wisata Taro 2026–2035.

Dari suasana alami The Fireflies Garden, refleksi itu lahir — bahwa membangun pariwisata sejati berarti membangun kesadaran, bukan sekadar fasilitas.

Desa Taro memilih jalan yang bijak: menumbuhkan kemajuan melalui pengetahuan, menjaga warisan melalui kesadaran, dan menyalakan harapan melalui kolaborasi.

Sebagaimana kunang-kunang yang memberi cahaya di kegelapan malam, Taro menjadi simbol pencerahan pariwisata desa Bali berakar di tanah tradisi, bertumbuh dalam cahaya ilmu, dan menyinari masa depan dengan keberlanjutan.


Redaksi : Dueg Creative